Saturday, June 20, 2009

Manfaat Komunikasi Penataan Ruang

Apa manfaat kerjasama pengelola penataan ruang dengan jurnalis:
Untuk diseminasi/ sosialisasi peraturan-perundangan, rencana, dan progaram/ kegiatan pelaksanaan dan tindakan pengendalian, dan lainnya;
Untuk memberikan masukan tentang aspirasi masyarakat, dan umpan balik tentang pelaksanaan dan hasilnya;
Untuk mengadvokasi, mengawal pelaksanaan rencana dan peraturan-perundangan agar dipatuhi oleh para pelaku pembangunan - baik dari pemerintah, swasta dan masyarakat;
Untuk menjaga konsistensi dan momentum pelaksanaan, penegakan aturan, dan perhatian kepada permasalahan penataan ruang di masyarakat (mengingat pelaksanaan penataan ruang bisa berjangka panjang).
Untuk pencitraan institusi dan komunitas (?) penataan ruang agar selalu "hadir" dan dalam berbagai aspek dan momen kehidupan masyarakat. Secara proaktif (preventif), tidak sekedar reaktif (kuratif). Karena sering "kegagalan" penataan ruang dianggap penyebab persoalan atau bencana lingkungan, sementara penagakan aturan atau pelaksanaan tidak ada yang mendukung.

Bagi dunia jurnalisme aspek tata ruang ini bisa memberikan kerangka analisis terhadap permasalahan lingkungan, ekonomi daerah dan berbagai permasalahan wilayah dan kota. Sehingga dapat memperkaya perspektif pemberitaan dan investigasinya.[Risfan Munir]

Monday, June 15, 2009

Tata Ruang - Apa manfaatnya bagiku?

Orang kebanyakan, swasta, bahkan instansi pemerintah pun akan bertanya, "apa manfaatnya bagiku?" Saat diajak membahas tata ruang.

Dalam mengomunikasikan dan mengajak semua pihak untuk berpartisipasi dalam melaksanakan dan mengawal atau mengadvokasi RTR, perlu diyakinkan dengan membicarakan "apa manfaat tata ruang" bagi masing-masing dari mereka dan bagi masyarakat umumnya.
Wartawan atau media massa tentunya juga hanya tertarik dengan berita atau informasi yang terkait dengan kepentingan orang banyak, bukan materi teknis untuk kalangan terbatas.

Untuk itu dalam mensosialisasikan penataan ruang, akan lebih efektif kalau dikaitkan dengan isyu-isyu yang berkembang dan aktual di masyarakat. Sekaligus bekerja sama dengan instansi lain atau stakeholders yang juga menangani isyu tersebut.
Sebagai contoh, isyu yang aktual saat ini, dalam bidang ekonomi ialah mengurangi kemiskinan dan penciptaan lapangan kerja. Bagaimana mencapai target MDG, th 2015 angka kemiskinan 1/2 dari angka th 2000. Gejala yang muncul, ada gelombang besar arus warga miskin ke perkotaan bekerja di sektor informal. Mereka menempati lahan publik, sempadan, dan sejenisnya. Bagaimana respons penataan ruang?
Dalam bidang pertanian, bagaimana menjamin ketahanan pangan sementara lahan pangan yang subur banyak beralih fungsi menjadi kawasan terbangun perkotaan. Bagaimana solusi bagi kelanjutan ketahanan pangan, bagaimana pula bagi petaninya kalau tak boleh alih fungsi, sementara nilai ekonomis tanaman pangan relatif rendah dibanding peruntukan perkotaan.
Dalam bidang lingkungan hidup. Bagaimana mengantisipasi perubahan iklim dan pemanasan global, terutama bagi kota pantai. Bagaimana mengatasi kerusakan lingkungan hulu (up-stream) wilayah aliran sungai, yang memicu erosi dan banjir kawasan hilirnya. Bagaimana usulan penataan ruang dalam kasus ini? Bagaimana insan penata ruang bisa kerja sama dengan jurnalis untuk bisa melakukan pemantauan (watch-dog) dan memberi tekanan (pressure) kepada pelaku dan penegak hukum supaya menindak pelanggar RTRW tersebut.
Itu adalah contoh-contoh untuk menghadirkan isyu penataan ruang kepada masyarakat melalui isyu terkait dengan bidang-bidang yang dirasakan kemendesakan dan gawatnya oleh masyarakat.
Untuk itu diperlukan strategi dan pendekatan komunikasi yang proactive, mengantisipasi lalu menyampaikan sesuatu, memberikan peringatan. Jangan sampai bencana terjadi baru bereaksi. Sudah terlambat dan memberi kesan defensif (mengaku salah, kecolongan).
Sebagai profesional semestinya mengingatkan berbagai pihak akan adanya peluang maupun ancaman. Ini perlu dijadikan isi dalam mengkomunikasikan dan meningkatkan citra penataan ruang di masyarakat.
[Risfan Munir, Graha Cakra Malang]

Friday, June 12, 2009

Citra Organisasi Penataan Ruang

Citra organisasi adalah akumulasi dari berbagai asosiasi, selain itu pengukurannya melibatkan banyak pemangku kepentingan (stakeholder). Oleh karenanya tak mengherankan kalau peningkatan citra organisasi ini membutuhkan komitmen yang besar dan berjangka-panjang.

Sebagai ilustrasi, penilaian atas perusahaan bisnis yang dilakukan oleh Businessweek versi Indonesia (18 Juni 2009), setidaknya melibatkan beberapa dimensi yang diukur.
Dimensi performance – rangkuman atribut kinerja internal sesuai standar kinerja yang ditetapkan. Dimensi quality – merupakan rangkuman dari berbagai atribut kualitas produk, inovasi, kepedulian terhadap pelanggan. Dimensi responsibility – merupakan atribut tanggung-jawab sosial dan kepedulian terhadap lingkungan.

Adanya indikator tersebut meunjukkan bahwa citra organisasi adalah hal yang dapat diukur, dan bersifat dinamis, bisa naik/turun sepanjang waktu. Tiap organisasi atau lembaga perlu memahami apa yang menjadi KEBUTUHAN dari para pemangku kepentingan. Dan, organisasi harus merumuskan strategi dan mendesain berbagai program untuk meningkatkan citra organisasi.

Selanjutnya, citra organisasi adalah hasil multi-interaksi, dalam bentuk iklan (advertorial, inforial), kontak langsung, atau kabar dari mulut ke mulut, situs web, pengalaman pengguna jasa/konsumen dan bentuk komunikasi lainnya.

Hal penting lainnya, citra organisasi adalah tanggung jawab seluruh jajaran organisasi tersebut, mulai dari pimpinan puncak hingga staf terbawah. Siapakah yang sanggup mengahadapi para pemangku kepentingan, masyarakat? Tentu semua staf dan mitra yang terlibat. Dan, walaupun organisasi menggunakan jasa public relation (PR), tugas mereka lebih banyak di lini depan yang komunikasikan visi, misi, program, kegiatan dan prestasi-prestasi organisasi, menanggapi pertanyaan dan isyu tertentu, tapi citra lembaga dalam jangka panjang ditentukan oleh kinerja dan perilaku seluruh staf dan mitra.
Jelaslah bahwa di tingkat perusahaan atau organisasi saja pengembangan citra perlu menjadi bagian dari strategi utama, apalagi yang menyakut pelayanan publik.

Maka untuk menngkatkan citra organisasi penataan ruang, setiap pimpinan, staf, unit-unit maupun lembaga-lembaga mitra yang terlibat harus ikut ber tanggung-jawab. Jadi bukan sekedar divisi humas, profesional PR yang disewa, atau jusnalis yang diajak berkiprah. Mereka semua bisa membantu banyak, kalau insan tata ruang sendiri juga antusias menunjukkan kontribusinya dalam menjawab kebutuhan masyarakat.

Tantangannya adalah, urusan penataan ruang ini terpisah-pisah antara instansi Perencana, instansi dan masyarakat Pemanfaat rencana, dan instansi Pengendali (monitoring, evaluasi, penindakan) nya. [Risfan Munir]

Tak Kenal maka Tak Peduli

Tak kenal maka tak peduli. Mungkin ungkapan itu tepat untuk otokritik urusan penataan ruang. Bagaimana masyarakat, antar lembaga pemerintah, apalagi dunia usaha peduli dan berpartisipasi kalau mereka tak kenal "penataan ruang" itu apa.

Masyarakat akan bertanya "Apa Manfaatnya BAgiKu?" (AMBAK). Hal yang perl disadari oleh para pengampu tata ruang, bahwa istilah "tata ruang" terdengan teknis, urusan ahlinya. Seperti halnya, teknik sipil, kedokteran.
Masyarakat lebih familier dengan "kebutuhan" hdupnya, seperti urusan pendidikan, kesehatan, kebersihan, sembako, lapangan kerja (ekonomi), lingkungan hidup.
Oleh karena itu, untuk membuat penataan ruang lebih difahami, menjadi "kebutuhan" yang diperjuangkan, bahwa ruang (publik) adalah hak warga, mereka harus dikenalkan dengan apa itu "penataan ruang".

Otokritik disini, para ahli (perencanaan) tata ruang masih banyak yang "angkuh" seolah menyimpan rahasia ilmunya. Di sisi lain pejabat atau birokrat juga masih "arogan" mengandalkan "peraturan/ perundangan" untuk memaksakan implemantasi tata ruang. Yang dipusat berasumsi undang-udang, peraturan pemerintah dan sanksinya cukup untuk "mengancam" daerah atau instansi lain. Sementara yang di daerah berasumsi, cukuplah implementasi penataan ruang mengandalkan polisi pamong praja dan aparat ketertiban lainnya.

Dalam era demokrasi dan informasi saat ini "keangkuhan" itu sudah jadul (jaman dulu). Sudah saatnya memahami ungkapan "tak kenal maka tak peduli." Komunikasikan apa itu penataan ruang? Apa manfaatnya bagiku (AMBAK)?
[Risfan Munir, Semanggi Jkt]